Selasa, 29 November 2016

PENYAKIT RABIES

RABIES
A.     Definisi Rabies
Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Rabies adalah suatu bentuk penyakit yang zoonosa artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dengan gejala yang sangat memilukan.
Banyak hewan yang menularkan rabies pada manusia, misalnya anjing, kucing, kera, bahkan pada kelelawar. Hewan-hewan ini menularkan infeksi kepada hewan-hewan lain atau kepada manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.
Virus akan berpindah masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinal dan otak kemudian bertambah banyak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melaliu saraf menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.

B.     Sejarah Rabies
Di Indonesia Rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. de Haan pada manusia (1894). Selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular Rabies tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia Ke-II peta Rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit Rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), DI. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah(1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997). Pada akhir tahun 1997, wabah Rabies muncul di Kabupaten Flores Timur – NTT sebagai akibat pemasukan secara illegal anjing dari Pulau Buton – Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik Rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa propinsi di Kawasan Timur Indonesia yang tersebut di atas pulau-pulau kecil di sekeliling Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas Rabies.

C.  Penyebab Virus Rabies
Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan.Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka.
Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan. Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies.
Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak.
Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.

D.    Cara Penularan
1.                  Pola Penggigitan
·         Penggigitan karena ada Provokasi :
Penggigitan yang terjadi di sini didahului oleh adanya gangguan langsung atau tidak langsung. Pada anjing yang sedang beranak biasanya naluri untuk melindungi anaknya sangat kuat sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan menggigit apalagi kalau diganggu. Bentuk-bentuk “provokasiâ€
 terhadap anjing sangat beragam dari mulai memukul, menyeret ekor sampai dengan menggoda anjing yang sedang tidur. Hal tersebut akan menstimulasi anjing untuk menggigit. Bahkan pada kejadian lain orang membawa makanan yang lewat di depan anjing yang sedang lapar dapat memicu terjadinya penggigitan.
Penggigitan-penggigitan yang disebabkan oleh adanya provokasi apalagi dilakukan dengan sengaja, tidak menjadi persoalan serius dalam kejadian Rabies di lapangan. Walaupun tetap harus diwaspadai melalui kegiatan observasi, apalagi diketahui anjing tersebut belum divaksin.
·         Penggigitan tanpa Provokasi
lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif Rabies.
Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun. Di lapangan, anjing yang menggigit secara tiba-tiba tadi biasanya sudah menjadi “wandering-dogâ€
 atau anjing “lontang-lantung” yang berjalan tanpa tujuan dan menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya. Anjing tersebut biasanya adalah anjing liar atau anjing-anjing peliharaan yang ditelantarkan sehingga menjadi liar.
Anjing-anjing yang menggigit tanpa provokasi inilah yang banyak menimbulkan persoalan dalam kejadian Rabies di lapangan. Apalagi kalau menggigit lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif Rabies.

2.                  Pola Penyebaran
Penulaaran Rabies di lapangan (rural Rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan cirri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara alami dan yang sering terjadi pola peenyebaran Rabies.
Karena sampai saai ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Baik anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing pelihara, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif Rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) Rabies yang semakin tinggi.

E.      Tahapan Rabies Pada Hewan
Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap):
a)      Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bias langsung ke fase Paralisa.
b)      Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
c)      Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.

F.      Tanda – Tanda Rabies Pada Hewan dan Manusia

1)      Pada Hewan
Pada anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi 2 bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas (Furious Rabies).

·         Tanda tanda Rabies bentuk diam :
a)      Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh
b)      Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes berlebihan.
c)       Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan mati dalam beberapa jam.

·         Tanda  tanda Rabies bentuk ganas:
a)       Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya.
b)      Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak.
c)      Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya .
d)     Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam.

2)      Pada Manusia
Tanda- tanda penyakit rabies pada manusia:
a)      Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara.
b)       Airmata dan air liur keluar berlebihan
c)       Pupil mata membesar.
d)      Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
e)      Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.


G.     Manifestasi Klinis
Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium, yaitu :
a)   Stadium prodromal
Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
b)   Stadium sensoris
Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi
c)   Stadium eksitasi
Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
d)  Stadium paralitik
Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif. Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas.Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.

H.    Diagnosis
·         Diagnosa Lapangan
Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
-    Anjing yang menggigit harus ditangkap dan diobservasi
-    Riwayat penggigitan, ada tidaknya provokasi
-    Jumlah penderita gigitan
·         Diagnosa Laboratorium
Pengiriman sampel untuk pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan sebagai berikut :
-    Kepala anjing mati dikirimkan ke laboratorium (sebaiknya dlam keadaan dingin, di dalam es).
-    Setengah dari belahan otak dalam formalin 10% dan separuh bagian otak lainnya dalam larutan glycerin 50% dapat pula dikirim ke laboratorium.
-    Jika ada tenaga lapangan yang terampil dapat mengirim touch preparat darim otak (hypocampus) ke laboratorium
.

I.       Pengobatan
Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis.Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala.Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini.Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama. Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin.
Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin
Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang.Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan.Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.

J.       Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1)      Memberikan vaksinasi anti-rabies  pada saat usia binatang peliharaan 3 bulan dan satu tahun sesudaknya untuk melindungi  dari strain yang resisten
2)      Memberikan nutrisi yang cukup , olahraga dan tempat khusus untuk binatang peliharaan. Jaga agar peliharaan tetap berada dalam halaman belakang rumah selama mungkin untuk menghindari kontak langsung dengan binatang yang terinfeksi rabies.
3)      Dianjurakan untuk membaawa binatang peliharaan ke klinik hewan sesering mungkin untuk berkonsultasi mengenai  kesehatan binatang peliharaan dengan dokter hewan.



DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar