RABIES
A.
Definisi Rabies
Rabies berasal
dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai
penyakit anjing gila. Rabies
adalah suatu bentuk penyakit yang zoonosa artinya penyakit tersebut
dapat menular dari hewan ke manusia dengan gejala yang sangat memilukan.
Banyak
hewan yang menularkan rabies pada manusia, misalnya anjing, kucing, kera, bahkan pada
kelelawar. Hewan-hewan ini menularkan infeksi kepada hewan-hewan lain atau
kepada manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.
Virus akan berpindah
masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinal dan otak kemudian bertambah
banyak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melaliu saraf menuju ke kelenjar
liur dan masuk ke dalam air liur.
B.
Sejarah
Rabies
Di
Indonesia Rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884),
kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. de Haan pada manusia
(1894). Selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular Rabies
tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia Ke-II peta Rabies di
Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit Rabies mulai di
Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera
Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan
(1959), DI. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan
Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan
Tengah(1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997). Pada akhir tahun
1997, wabah Rabies muncul di Kabupaten Flores Timur – NTT sebagai akibat
pemasukan secara illegal anjing dari Pulau Buton – Sulawesi Tenggara yang
merupakan daerah endemik Rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa
propinsi di Kawasan Timur Indonesia yang tersebut di atas pulau-pulau kecil di
sekeliling Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas Rabies.
C. Penyebab Virus Rabies
Rabies disebabkan oleh virus
rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae
adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada
beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada
berbagai letak geografis. Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia
melalui gigitan.Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada
kulit yang terluka.
Pada rabies buas/ ganas,
hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air
liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada
rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau
kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan. Meskipun sangat
jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies.
Hewan
yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak.
Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.
Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.
D.
Cara
Penularan
1.
Pola Penggigitan
·
Penggigitan
karena ada Provokasi :
Penggigitan yang terjadi di sini didahului oleh adanya gangguan langsung atau tidak langsung. Pada anjing yang sedang beranak biasanya naluri untuk melindungi anaknya sangat kuat sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan menggigit apalagi kalau diganggu. Bentuk-bentuk “provokasi†terhadap anjing sangat beragam dari mulai memukul, menyeret ekor sampai dengan menggoda anjing yang sedang tidur. Hal tersebut akan menstimulasi anjing untuk menggigit. Bahkan pada kejadian lain orang membawa makanan yang lewat di depan anjing yang sedang lapar dapat memicu terjadinya penggigitan.
Penggigitan-penggigitan yang disebabkan oleh adanya provokasi apalagi dilakukan dengan sengaja, tidak menjadi persoalan serius dalam kejadian Rabies di lapangan. Walaupun tetap harus diwaspadai melalui kegiatan observasi, apalagi diketahui anjing tersebut belum divaksin.
Penggigitan yang terjadi di sini didahului oleh adanya gangguan langsung atau tidak langsung. Pada anjing yang sedang beranak biasanya naluri untuk melindungi anaknya sangat kuat sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan menggigit apalagi kalau diganggu. Bentuk-bentuk “provokasi†terhadap anjing sangat beragam dari mulai memukul, menyeret ekor sampai dengan menggoda anjing yang sedang tidur. Hal tersebut akan menstimulasi anjing untuk menggigit. Bahkan pada kejadian lain orang membawa makanan yang lewat di depan anjing yang sedang lapar dapat memicu terjadinya penggigitan.
Penggigitan-penggigitan yang disebabkan oleh adanya provokasi apalagi dilakukan dengan sengaja, tidak menjadi persoalan serius dalam kejadian Rabies di lapangan. Walaupun tetap harus diwaspadai melalui kegiatan observasi, apalagi diketahui anjing tersebut belum divaksin.
·
Penggigitan
tanpa Provokasi
lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif Rabies.
Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun. Di lapangan, anjing yang menggigit secara tiba-tiba tadi biasanya sudah menjadi “wandering-dog†atau anjing “lontang-lantung†yang berjalan tanpa tujuan dan menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya. Anjing tersebut biasanya adalah anjing liar atau anjing-anjing peliharaan yang ditelantarkan sehingga menjadi liar.
Anjing-anjing yang menggigit tanpa provokasi inilah yang banyak menimbulkan persoalan dalam kejadian Rabies di lapangan. Apalagi kalau menggigit lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif Rabies.
lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif Rabies.
Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun. Di lapangan, anjing yang menggigit secara tiba-tiba tadi biasanya sudah menjadi “wandering-dog†atau anjing “lontang-lantung†yang berjalan tanpa tujuan dan menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya. Anjing tersebut biasanya adalah anjing liar atau anjing-anjing peliharaan yang ditelantarkan sehingga menjadi liar.
Anjing-anjing yang menggigit tanpa provokasi inilah yang banyak menimbulkan persoalan dalam kejadian Rabies di lapangan. Apalagi kalau menggigit lebih dari satu orang, berdasarkan pengamatan pasti positif Rabies.
2.
Pola Penyebaran
Penulaaran Rabies di lapangan (rural Rabies)
berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing
liar yang merupakan cirri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat
fluktuatif dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif untuk
menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara alami dan
yang sering terjadi pola peenyebaran Rabies.
Karena sampai saai ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Baik anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing pelihara, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif Rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) Rabies yang semakin tinggi.
Karena sampai saai ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Baik anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing pelihara, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif Rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) Rabies yang semakin tinggi.
E. Tahapan
Rabies Pada Hewan
Perjalanan
penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap):
a) Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri ,
tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap
tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase
Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bias langsung ke fase Paralisa.
b)
Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja
yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata
menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke
fase Paralisa.
c) Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian
tubuh dan berakhir dengan kematian.
F.
Tanda – Tanda Rabies Pada Hewan dan Manusia
1) Pada Hewan
Pada
anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi 2 bentuk , yaitu bentuk
diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas (Furious Rabies).
·
Tanda tanda Rabies bentuk diam :
a) Terjadi
kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh
b) Hewan tidak dapat mengunyah dan
menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes
berlebihan.
c)
Tidak ada
keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan mati dalam beberapa jam.
·
Tanda tanda Rabies bentuk ganas:
a) Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal
pemiliknya.
b) Menyerang orang, hewan, dan benda-benda
yang bergerak.
c) Bila berdiri sikapnya kaku, ekor
dilipat diantara kedua paha belakangnya .
d) Anak anjing menjadi lebih lincah dan
suka bermain , tetapi akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam
beberapa jam.
2)
Pada Manusia
Tanda-
tanda penyakit rabies pada manusia:
a)
Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara.
b) Airmata dan air liur keluar berlebihan
c) Pupil mata membesar.
d) Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak
dan nampak kesakitan
e)
Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal
dunia.
G. Manifestasi Klinis
Gejala rabies
biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi
virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa
mencapai 9 bulan pada manusia. Gejala sakit yang akan
dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium, yaitu :
a) Stadium
prodromal
Dalam
stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai
infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf
anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
b) Stadium
sensoris
Dalam
stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka
gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi),
dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi
c) Stadium
eksitasi
Pada
stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap
ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia),
ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia).
Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama
karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
d) Stadium
paralitik
Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga
stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda
kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif. Karena durasi
penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak
dapat dibedakan dengan jelas.Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di
antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara,
dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi,
gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan
menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.
H. Diagnosis
·
Diagnosa
Lapangan
Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Anjing yang menggigit harus ditangkap dan diobservasi
- Riwayat penggigitan, ada tidaknya provokasi
- Jumlah penderita gigitan
Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Anjing yang menggigit harus ditangkap dan diobservasi
- Riwayat penggigitan, ada tidaknya provokasi
- Jumlah penderita gigitan
·
Diagnosa
Laboratorium
Pengiriman sampel untuk pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan sebagai berikut :
- Kepala anjing mati dikirimkan ke laboratorium (sebaiknya dlam keadaan dingin, di dalam es).
- Setengah dari belahan otak dalam formalin 10% dan separuh bagian otak lainnya dalam larutan glycerin 50% dapat pula dikirim ke laboratorium.
- Jika ada tenaga lapangan yang terampil dapat mengirim touch preparat darim otak (hypocampus) ke laboratorium.
Pengiriman sampel untuk pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan sebagai berikut :
- Kepala anjing mati dikirimkan ke laboratorium (sebaiknya dlam keadaan dingin, di dalam es).
- Setengah dari belahan otak dalam formalin 10% dan separuh bagian otak lainnya dalam larutan glycerin 50% dapat pula dikirim ke laboratorium.
- Jika ada tenaga lapangan yang terampil dapat mengirim touch preparat darim otak (hypocampus) ke laboratorium.
I. Pengobatan
Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan
medis.Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum
menginfeksi otak dan menimbulkan gejala.Bila gejala mulai terlihat, tidak ada
pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini.Kematian biasanya terjadi beberapa
hari setelah terjadinya gejala pertama. Jika
terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi
rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan
sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu
beri antiseptik alkohol 70% atau betadin.
Orang-orang yang belum
diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan
globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin
Separuh dari dosisnya
disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di
daerah pinggang.Dalam periode 28 hari
diberikan 5 kali suntikan.Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus
rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan
pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan,
bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.
J.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
1)
Memberikan
vaksinasi anti-rabies pada saat usia
binatang peliharaan 3 bulan dan satu tahun sesudaknya untuk melindungi dari strain yang resisten
2)
Memberikan
nutrisi yang cukup , olahraga dan tempat khusus untuk binatang peliharaan. Jaga
agar peliharaan tetap berada dalam halaman belakang rumah selama mungkin untuk
menghindari kontak langsung dengan binatang yang terinfeksi rabies.
3)
Dianjurakan
untuk membaawa binatang peliharaan ke klinik hewan sesering mungkin untuk
berkonsultasi mengenai kesehatan
binatang peliharaan dengan dokter hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar